Zu3Y1Tyh5M3UtKd8x5bDon4s3N5Axboydq92AuYu

“Ah Teori, Praktiknya Beda”

1 komentar

“Ah itu cuma teori, praktiknya beda.”

Saya sering mendengar ungkapan ini, bahkan sejak masih duduk di bangku SMP . Apalagi dulu ada iklan yang menggunakan ungkapan itu dalam promosinya.

Ungkapan “Ah teori”, biasanya dilontarkan sebagai ekspresi ketika melihat sesuatu: materi pelatihan/ pelajaran, yang dianggap tidak realistis. Ungkapan itu tidak sepenuhnya keliru, juga tidak 100% benar, tergantung pada konteks. Apabila materi yang diberikan tidak applicable untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, mungkin ungkapan itu tepat diutarakan. Akan tetapi, jika itu relevan, kita harus menghindari mengucapkan “Ah teori” jika hanya karena ingin menghindari perubahan. Jangan sampai kita melontarkan ungkapan tersebut hanya karena enggan berubah, sebab kita semua menyadari bahwa berubah sudah menjadi kebutuhan untuk menghadapi tantangan zaman.
Apa yang dimaksud dengan teori?

Ada banyak pengertian teori yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya Glaser dan Straus (1967) yang mengatakan teori berasal dari sebuah data yang diperoleh dengan cara analisis dan sistematis melalui metode komparatif. Merujuk KBBI, teori memiliki arti pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan yang didukung oleh data dan argumentasi; penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi dan argumentasi; asas dan hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; pendapat, cara dan aturan untuk melakukan sesuatu (KBBI).

Fungsi Teori

Kita harus meningkatkan potensi dan kompetensi agar profesional pada bidang yang kita tekuni, apapun profesi yang digeluti. Caranya dengan terus meningkatkan kemampuan literasi: membaca, mengikuti workshop/ pelatihan, dan mencoba mempraktikannya. Ini penting agar ketika kita menghadapi suatu masalah, kita mengetahui cara mengatasinya. Selain itu, pengetahuan yang kita pelajari akan berguna untuk membuat langkah antisipasi apabila masalah yang kita prediksi muncul benar-benar terjadi. Nah, itulah fungsi dari teori sebagaimana yang dijelaskan oleh Snelbecker (1974) bahwa teori berarti sejumlah proposisi-proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (artinya, kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, dan juga pada yang diamati), dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati.

Benarkah Ungkapan “Ah itu cuma teori, praktiknya beda?”

Dalam beberapa kasus, teori dan praktik memiliki kesesuaian yang tinggi: teori dan praktik sangat terkait, saling melengkapi, dan saling mendukung. Teori dapat memberikan hasil yang sama ketika dipraktikkan dalam beberapa situasi karena teori memberikan kerangka kerja atau panduan yang memandu tindakan dan pengambilan keputusan. Beberapa penyebabnya antara lain:

1. Teori merupakan dasar pengetahuan yang telah teruji

Teori dibangun di atas dasar pengetahuan yang luas dan teruji. Teori dikembangkan melalui pemikiran kritis, penelitian, pengujian, dan validasi oleh komunitas ilmiah atau praktisi di bidang terkait. Oleh karena itu, teori cenderung mencerminkan pemahaman yang telah diuji dan diakui dalam disiplin ilmu tertentu.

2. Teori memiliki relevansi dengan konteks

Meskipun teori biasanya bersifat umum, teori dapat diterapkan dan disesuaikan dengan konteks yang spesifik. Praktisi dapat mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual seperti karakteristik individu atau situasi, keterbatasan sumber daya, atau tujuan pembelajaran yang diinginkan, untuk mengadaptasi teori sesuai kebutuhan.

Meski demikian, teori hanyalah panduan atau sekadar kerangka kerja. Penerapannya dalam praktik dipengaruhi oleh sejumlah faktor kontekstual. Perbedaan karakteristik individu atau situasi, keterbatasan sumber daya, atau tujuan pembelajaran di mana sebuah teori lahir, dapat menyebabkan gagalnya sebuah teori dipraktikkan di tempat berbeda. Penerapan yang sukses membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang teori, fleksibilitas dalam adaptasi terhadap situasi nyata, dan refleksi terus-menerus untuk meningkatkan dan mengkoreksi praktik yang dilakukan.
Dengan demikian, menurut perspektif Saya, ungkapan “Ah itu cuma teori, praktiknya beda”, bisa benar, bisa juga tidak tepat. Tergantung konteks, dan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, Namun saya setuju dengan pendapat yang mengatakan jangan sampai ungkapan tersebut diucapkan karena keengganan kita untuk berubah, terlebih lagi jika dilandasi sikap pesimis ketika hendak menerapkan sebuah teori. 




Related Posts

1 komentar

  1. Saya juga sering berprasangka demkian pak, contoh ketika mengikuti workshop/seminar tentang bisnis, pemateri sangat handal dalam penjelasan, pemberian contoh dan sebagainya, namun faktanya pemateri bukan seorang pembisnis yang sukses, hanya saja sukses menjadi pemateri dalam bisnis😂😂

    BalasHapus

Posting Komentar